Mencari Dan Mengasihi Satu Domba Yang Hilang


Ada seorang gadis memutuskan untuk menikah dengan seorang pria yang berbeda kepercayaan dengannya dan menikah menurut kepercayaan dari sang pria yang telah dipilihnya untuk menjadi suaminya itu. Tidak ada yang tahu apakah yang sebenarnya ada didalam hati si gadis ini yang sepertinya benar-benar mantap untuk menikah dengan sang pria. Tetapi apa pun alasannya, sebenarnya keputusan dia itu bukan yang terbaik. Karena didalam Firman Tuhan tertulis bahwa pernikahan mutlak dengan kepercayaan yang sama. Tetapi jika kedua belah pihak sudah memutuskan, maka seharusnya mereka sudah memikirkan resikonya juga.

Sayangnya, teman-teman dari pihak wanita, benar-benar menunjukkan sikap yang tidak setuju atas pernikahannya ini dengan cara-cara yang dapat dikatakan kurang baik. Misalnya saja dengan mengenakan baju yang mereka katanya “seadanya” pada waktu resepsi, lalu menolak souvenir yang diberikan oleh pengantin, dan di tempat acara mereka tidak mau melihat sang pengantin sama sekali, seolah-olah mereka benar-benar tidak mau tahu tentang temannya itu. Tetapi di hari-hari selanjutnya, mereka masih mencari tahu tentang kehidupan temannya ini dan seolah-olah menanti-nantikan kehancuran atas rumah tangga temannya itu.

Cerita lain yang berbeda dari gembala yang mempunyai seratus ekor domba. Setiap hari digembalakannya domba-dombanya itu dan diajaknya ke padang rumput yang hijau. Ketika menjelang sore hari, semua kawanan domba itu diajaknya pulang kembali ke kandangnya. Jika ada binatang buas berusaha untuk menerkam domba-dombanya, maka tak segan-segan sang gembala memukul dan membunuh binatang itu. Hal itu dilakukannya setiap hari dengan penuh kasih terhadap semua dombanya itu.

Suatu hari ada seekor dombanya yang hilang, entah kemana. Ketika mengetahui hal itu sang gembala menjadi panik, ditinggalkannya domba-dombanya yang lain, dan dicarinya seekor domba yang hilang itu. Lalu ditemukannya yang seekor itu di dekat sebuah semak-semak. Digendongnya domba yang nakal itu, lalu dibawanya kembali bersama kawanan domba yang lain.

Demikian seterusnya, selama beberapa hari berikutnya, si domba kecil yang nakal ini sering sekali menghilang, tetapi setiap kali itu juga sang gembala selalu mencarinya dan berhasil menemukannya. Sang gembala tak pernah merasa kesal dan tak pernah memutuskan untuk membiarkan domba kecilnya yang nakal itu menghilang tanpa dicarinya.

Seperti gembala pada cerita tersebut diatas, demikian pula Tuhan kita. Ketika kita menjauh dariNYA dan bahkan ketika kita dengan sengaja melanggar FirmanNYA, DIA tetap mengasihi kita dan akan terus mencari kita sampai kita kembali lagi padaNYA.

Sayangnya, sebagai anak-anak Tuhan, kita justru berlaku tidak seperti Tuhan yang penuh kasih itu, tetapi sebaliknya malah menjauhi, mengucilkan, dan menghakimi teman-teman yang melakukan sesuatu hal yang dianggap atau benar telah menyimpang dari kebenaran yang kita tahu, bahkan menanti-nantikan kehancuran teman itu juga.

Pertanyaannya: apakah perbuatan yang kita lakukan terhadap seorang teman yang telah “menyimpang” itu sudah sesuai dengan kebenaran? Apakah demi kita melindungi “99 domba” atau teman-teman sepelayanan atau orang-orang yang kita bimbing misalnya, agar tidak mencontoh tindakan seorang teman yang salah itu, lalu kita berhak mengucilkan dan menjauhi teman yang kita anggap sudah bersalah itu?

Mungkin kita mempunyai alasanyang kuat untuk merasa “kasihan” terhadap Tuhan Yesus yang dikhianati dan seolah-olah harus disalibkan lagi oleh teman kita itu dengan “kejahatannya”, tetapi apakah kita yakin bahwa Tuhan setuju dengan perlakuan kita untuk mengucilkan dan menjauhi teman kita yang sudah “bersalah” itu?

Sebenarnya, dasar dari pengajaran Firman Tuhan adalah kasih. Tuhan kita itu penuh dengan kasih. Mungkin kita menganggap orang-orang disekitar kita yang berbuat dosa dan bersalah itu telah berbuat jahat pada Tuhan, tetapi masalahnya, belum tentu perbuatan kita dipandang baik oleh Tuhan ketika kita mulai menghakimi, menjauhi, dan mengucilkan teman kita yang “bersalah” itu.

Karena sebenarnya, ketika kita mulai menghakimi dan mengucilkan orang lain, maka kita tidak ada bedanya dengan orang lain yang telah berbuat kesalahan atau berdosa itu.

Seseorang bisa berbuat salah dan kita punya hak untuk bersikap tegas padanya, tetapi kita tidak punya hak untuk menjauhi, membenci, menghakimi, dan mengucilkannya. Alasan bahwa kita “membela” Tuhan, bukanlah alasan yang masuk akal untuk menghakimi kesalahan orang lain. Kita harus ingat bahwa kita masih bisa berbuat salah dan banyak hal kecil yang mungkin tidak berkenan dihadapan Tuhan. Siapa yang bisa mengetahuinya?

Selama kita masih hidup, kita masih mempunyai peluang untuk berbuat salah dan berdosa. Oleh karena itu hindari sikap menghakimi orang lain.

Demi satu domba, DIA meninggalkan sembilan puluh sembilan domba yang lain, dicariNYA sampai ketemu, lalu apa hak kita membenci satu domba yang sangat dikasihiNYA itu?

Tuhan memberkati.

1 thoughts on “Mencari Dan Mengasihi Satu Domba Yang Hilang

Tinggalkan komentar